Rabu, 04 Januari 2012

Ada Apa dengan Buku??

Kenapa Banyak yang Tidak Suka Membaca Buku?





“Buku adalah gudang ilmu sedangkan membaca adalah kuncinya”. Ungkapan tersebut memiliki makna bahwa untuk memperoleh ilmu dari buku satu-satunya cara adalah dengan membaca. Tidak mungkin, buku yang ada di pustaka sekolah, pustaka daerah atau bahkan pustaka yang sengaja kita buat di rumah mampu secara otomatis mentransferkan ilmu kepada kita tanpa membacanya.


Karena itu, para guru di sekolah-sekolah selalu memberi motivasi kepada murid atau siswanya dengan mengatakan bahwa siapa yang banyak membaca buku maka orang itu akan menguasai dunia. Memang seperti itulah kenyataannya. Negara-negara maju di dunia saat ini adalah negara-negara di mana rakyatnya paling suka membaca buku.


Banyak orang-orang kita mengakui, membaca buku bukan hal yang disukai. Apalagi buku-buku yang akan dibaca itu adalah buku-buku tebal penuh dengan teori-teori yang sulit dipahami. Kecuali buku-buku seperti novel dan sejenisnyanya serta buku praktis yang populis terkait dengan dinamika kehidupan yang tidak rumit. Maka membaca koran atau majalah menjadi bacaan yang paling banyak digemari. Selain praktis,  kedua media tersebut dapat memberi informasi menarik termasuk perkembangan ilmu pengetahuan terkini.


Kenyataan itu, bukan hanya terjadi di kalangan yang sudah menyelesaikan pendidikan saja tetapi bagi mereka yang saat ini sedang kuliah sering merasakan seperti itu. Boleh kita tanyakan kepada mahasiswa, berapa buah buku di habis mereka baca selama satu semester kuliah. Saya yakin jawabannya banyak yang mengatakan tidak ada satupun buku yang habis dibaca secara tuntas.


Kita tidak tahu apakah hal ini juga terjadi di negara-negara lain? Atau memang ini hanya karena dipengaruhi oleh budaya kita di sini?.


Memang, persoalan membaca memang sangat indivualis. Bila dari sononya suka membaca otomatis kemanapun dia pergi membaca tetap menjadi hal yang tidak membosankan atau menjadi hobi bagi dirinya.


Sebagai perbandingan, hampir lima bulan terakhir setiap pagi saya sering minum kopi dengan teman-teman di sebuah warung di sudut kampus Darussalam Banda Aceh. Awalnya, saya tidak memperhatikan seorang mahasiswa asing (kelihatannya asal Turki) yang juga sering singgah di warung kopi  tersebut. Teman saya mengatakan: “Coba lihat mahasiswa itu, sambil sarapan juga baca buku”. Pemandangan itu benar-benar beda dengan mahasiswa lokal yang juga setiap pagi di situ.

Kenapa kita tidak suka membaca buku? Mungkin salah satu jawabannya karena banyak yang merasa setelah membaca buku tidak banyak manfaat yang diperoleh secara langsung. Atau dengan kata lain, pengetahuan yang diperoleh itu tidak begitu aplikatif dengan kondisi sehari-hari. Banyak yang merasa membaca atau tidak membaca buku kehidupan mereka begitu-begitu saja.

Kemungkinan penyebabnya, karena kita membaca hanya sekedar membaca kemudian tidak mampu mencerna isi dari buku yang sudah dibaca. Mungkin juga karena kebanyakan kita membaca hanya sekedar ikut-ikutan sehingga tidak fokus. Akibatnya, banyak yang tidak tahu apa yang telah dibaca.  Sehingga merasa apa yang telah dibaca tidak bermanfaat sama sekali.

Penyebab lain karena kebiasaan suatu tempat, apakah dalam lingkup negara atau daerah. Mungkin orang Jepang atau negara-negara maju lain, tidak begitu aneh bila ada sibuk membaca buku di bus atau ditempat-tempat terbuka lainnya. Tetapi karena kita tidak terbiasa seperti itu, maka ketika melihat orang membaca di bus atau di tempat terbuka banyak orang yang merasa aneh. Bahkan ada yang langsung mengeledek: “Kog, rajin kali membaca, apa mau jadi Presiden?” Begitulah kira-kira.

Bahkan kalau kita datangi ke sejumlah kampus-kampus yang ada di negara kita, pasti akan kita dapati kenyataan seperti itu. Begitu langka mahasiswa yang memanfaatkan waktu senggang untuk membaca. Bila di kalangan mahasiswa di kampus kenyataan seperti itu. Saya pikir tak ada tips yang paling ampuh untuk membuat masyarakat kita suka membaca.
Namun demikian, kita tidak perlu pesimistis,  sebab kita punya keyakinan pasti pada  suatu  saat nanti semua akan berubah. Hanya waktu yang tepat yang tidak bisa tentukan secara pasti kapan perubahan itu terjadi. Lebih baik sekarang kita mulai dari diri kita sendiri.  Sebab hanya dengan membaca akan mampu merubah dunia, paling kurang  merubah berprilaku kita.



Minat Membaca di Indonesia RENDAH

Ada beberapa hal yang menyebabkan minat baca di kalangan anak Indonesia tergolong rendah, bahkan terendah di kawasan Asia Tenggara:
* Orangtua kurang suka membaca dan enggan membelikan anaknya buku. Tingkat ekonomi yang rendah sering menjadi alasan lemahnya daya beli buku masyarakat. Karenanya, anak-anak tidak akrab dan merasa asing dengan buku serta memiliki minat membaca yang rendah. Mereka menjadi tak sayang buku karena tidak kenal.
* Tradisi lisan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Tidak ada yang salah dengan hal ini. Hanya saja masyarakat kita yang awalnya bertradisi lisan secara drastis bergerak menuju budaya elektronik seperti teve dan radio, sebelum memasuki budaya tulis secara ajek. Kita langsung melompat dari tradisi mendongeng ke tradisi menonton sebelum terbiasa dengan tradisi membaca. Tak heran jika masyarakat, termasuk anak-anak merasa asing dengan buku.
* Kurangnya komitmen sekolah untuk memberikan tugas-tugas yang membiasakan anak untuk membaca, semisal mata pelajaran bedah buku, mengarang dan lain sebagainya.
* Kurang berkembangnya perpustakaan-perpustakaan di lingkungan warga atau perpustakaan keliling yang memungkinkan anak selalu mempunyai akses dan fasilitas untuk membaca.
CONTOHLAH JEPANG
Untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini, di Jepang diberlakukan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child. Gerakan ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum anaknya pergi tidur. (Buletin Pusat Perbukuan, Depdiknas No. 1 Tahun 2000). Sejak 1955, di negara yang penduduknya sangat gemar membaca ini juga telah dibentuk Parent Teacher Association (PTA) Mother Library atau perpustakaan yang dikelola oleh perkumpulan orangtua murid dan guru. Mereka mengembangkan sistem distribusi buku ke daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh perpustakaan keliling.
Di Indonesia, pemerintah bersama LSM peduli kegemaran membaca telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Minat Baca (BPMB) sejak 1986. Gerakan ini merupakan usaha penyadaran bagi orangtua tentang pentingnya membaca mulai tingkat RT, RW, dusun, desa, hingga tingkat nasional.
Sayangnya, meski upaya meningkatkan minat baca dan pemenuhan bahan bacaan sudah menjadi agenda utama dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, Indonesia masih saja tertinggal dalam hal kegemaran membaca dan pemenuhan bahan bacaan. Padahal kita bercita-cita menduduki ranking yang dihormati di antara negara-negara di Asia dalam hal pendidikan. Salah satu cirinya kan adanya masyarakat yang terpelajar (educated society) yang selalu berlandaskan pada kecintaan mereka terhadap buku, dan membaca telah menjadi kebutuhan penting disamping kebutuhan pokok sehari-hari.
Agar minat baca muncul dan terus berkembang, dianjurkan agar kita selalu menciptakan suasana yang membuat anak jadi gemar membaca. Tak cukup hanya dengan membelikan buku bacaan bagi anak, sebab orangtua juga harus rajin membeli buku bacaannya sendiri dan membaca. Sekolah dan lingkungan rumah sudah saatnya menyediakan sarana yang membuat anak mudah memperoleh bacaan, berupa perpustakaan-perpustakaan ramah anak yang selalu memperbaharui koleksinya.
SEBELUM SIAP MEMBACA ADA KESIAPAN PRABACA
Pada anak usia dini yang dipentingkan bukanlah mengajarinya bisa membaca, tapi menumbuhkan minat bacanya.
Ada sederet manfaat yang akan diperoleh jika minat baca dan konsentrasi dilatih di usia dini, antara lain:
* Anak sudah memiliki kesiapan untuk membaca di usia TK atau SD.
* Anak mulai tertarik dengan buku-buku cerita dan melihat gambar sehingga timbul rasa ingin tahunya untuk membaca.
* Saat usia sekolah dasar anak akan bisa membaca.
Untuk dapat mencintai kegiatan membaca, maka anak perlu memahami apa yang dibacanya. Jadi, membaca bukan sekadar bisa melafalkan tulisan.
Untuk mencapai kemampuan kognitif ini, anak harus melalui fase matang (readiness). Antara lain kematangan sensori motor yang berkaitan dengan gerak bibir, pita suara, lidah, dan langit-langit, serta kematangan visual dan pendengaran. Semua itu diperlukan sebagai bekal untuk mencapai keterampilan kompleks yang akan menunjang kemampuannya membaca.
Konsultan Ahli:
Dra. Ike Anggraika, M.Si
Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar