Impianku hanya untuk berseru. Dengan pelan
pasti jemari ini menjatuhkan rintik tinta pena kepada selembar kertas putih
diatas meja. Mengawali kata yang telah tersimpan untuk dikisahkan. Pada setiap
bagian waktu yang kosong, selalu ada waktu untuk jemari dan pikir ini untuk
bermain kata dalam coretan tinta walau hanya untuk sebuah bacaan ringan. Ya,
inilah apa yang aku kerjakan. Inilah kesukaanku. Merangkai kata dan
menuliskannya. Namun sayang, tidak semua orang mengertinya. Sekedar mengetahui
pun tidak, apalagi untuk mengerti kemudian mereka dapat memahami ya? Tentu itu
terlalu tinggi harapku. Kalian yang mengerti akan setiap kegiataan senggangku
ini, terima kasih ku untuk kalian. Sangat membutuhkan seseorang untuk sekedar
mengkritik atau pun memberi saran untuk tulisan ringanku. Apakah mimpiku hanya
tetap untuk berseru? Seseorang pernah mengatakan hal ini kepada ku, “Fight for
your dream, keep want it, and take it!”. Seakan mimpiku tergugah berdiri kembali
oleh kata motivasi sederhana itu. Bukan orang keras kepala namanya, jika
seseorang telah mengetahui dimana passion, keunggulan dan minat mereka
masing-masing, dan mereka mempertahankannya. Mereka bersikeras untuk
mendongkrak semangat diri mereka sendiri. Menahan semua hiruk pikuk ligkungan
sekitar mereka yang mungkin justru membuat mereka kehilangan mimpi. Dan aku,
aku akan tetap terus menulis.
Senin, 27 Mei 2013
Prosa
Aku sedih tapi harus tersenyum.
Aku sakit tapi aku harus kuat.
Aku menangis tapi aku harus tertawa.
Aku menjerit tapi aku harus berceloteh.
Aku mengeluh tapi aku harus bersyukur.
Saat ku pandang paras wajahnya,
betapa aku ingin menjadi baja
sepertinya,
selalu berusaha menopang apa yang
menimpa,
bersikap seolah tak ada pasak gelombang
disetiap resahnya, oh ibu.
Cermin
Rinduku dengan yang disana.
Terpungkiri pun tidak, memang ini rasa.
Perih saat ku pandang cermin dan terlihatlah
diri ini.
Terbaca semua salah buruk lalu.
Malu. Sedih. Perih.
Ku akui sungguh mengakui akan cermin
diri.
Menyakiti hati seseorang yang tulus
kasihnya.
Melukai. Menyayat. Dan akhirnya tertutup
pintu hatinya untukku.
Sakit memang, pedih.
Inilah yang pantas aku dapat.
Kini … sakitku, pedihku, sepiku, pantas
ku syukuri setiap waktu.
Dan disini aku yakin, lebih dari sekedar
ice cream akan kau dapatkan.
Bukan lagi sosok aku yang telah
menghitam pucat dan terbuang.
Tulisan
Lewat tulisan ini aku menyapa
Lewat tulisan ini aku bercerita
Lewat tulisan ini aku berangan
Lewat tulisan ini aku berharap
Lewat tulisan ini aku berdoa
Lewat tulisan ini aku tersenyum
Lewat tulisan ini aku bersedih
Lewat tulisan ini aku bersyukur
Lewat tulisan ini ku lantunkan asa
Hening Terpecah
Ditengah riuh suasana
Disini hanyalah diam
Mendengar mereka berlantun nada
Terdiam membalas senyum pandangan lusuh
Menunduk mengunci suara dengan hitungan
jemari,
Tertetes air dari ujung mata
Ku usap dengan api oleh orang terkasih
Perekat pikir yang terpecah
Langganan:
Postingan (Atom)