Tet tet teeettt! Bel istirahat pun berbunyi. Ibu guru berucap salam dan
berjalan keluar dengan membawa buku yang dikempitnya. Disusul dengan murid yang
berantrian satu per satu untuk keluar kelas. Suasana kelas menjadi sunyi, bagai
tak berpenghuni. Namun di ujung pojok belakang kelas terlihat sosok gadis
cantik yang menunduk diam. “Woy fan! Lagi ngapain kamu?” Ardi berusaha
mengageti temannya bernama Fany. Namun apa taggapan fany? Dia terbangun sembari
membalas senyuman kepada Ardi, dan tak lama kemudian dia kembali menunduk.
“Duuuh, lagi patah hati ya kamu? Udah deh, ikhlasin aja.. jangan kamu tangisin
soal cowok begituan, move on dong move on!” ledek si Ardi. Fany hanya terdiam dan posisi duduknya pun
tak berubah sama sekali.
Seusai pulang sekolah, Fany langsung mengurung diri dikamar rumahnya. Sesenggukan
dia menangisi kisah cintanya yang kandas karena suatu hal. Dalam hati dia
bertanya, “Aku butuh teman curhat , aku nggak sanggup nahan rasa sakit ini
seorang diri”. Nama yang terlintas dibenak Fany Cuma satu, Ardi. Mereka cukup
lama menjalin persahabatan. Sejak Ardi resmi menjadi tetangga baru Fany, ya
kira-kira sepuluh tahun yang lalu, saat mereka sama-sama masih TK. Tak jarang
jika mereka berdua sangat akrab, bahkan terlihat seperti kakak adik.
Fany berusaha memencet tombol handphone untuk menghubungi Ardi. “Hallo..
ardi?” sapanya lirih. “Yoi, ada ardi disiniii.. adakah yang bisa Ardi bantu?”
balasnya dengan heboh. “Di.. ada yang mau aku ceritain sama kamu, sekarang juga
kamu datang ke rumah, bisa?” . “oh so pasti bisa Fan, sebentar lagi aku ada di
jendela kamarmu yaa.. wait for a minute!” . “Makasih banyak ya Di.. buruan, aku
tunggu yaa” ucapan terimakasih dari Fany sebagai ujung pembicaraan lewat
handphone itu.
Tak lama kemudian sosok remaja pria berkaos biru dengan celana pendek
jeans bersiul bising membuka pintu pagar rumah Fany. “Selamat Malam adik
kecilku… kok udah diluar sih? Buru-buru pingin ketemu kakak ya? Hahaha” . “Huh,
kebiasaan deh suka kumta tuh penyakit kalau malam-malam gini ya!”. Mereka
berdua duduk di gazebo depan rumah. Dan Fany pun siap memulai cerita. “Gini nih
Di, aku sebenernya nggak mau nyeritain apa yang aku rasa ini ke oranglain, tapi
setelah aku pikir-pikir, aku nggak kuat kalau nahan seua ini sendiri, dan salah
satu orang yang aku percaya buat dengerin cerita ini Cuma kamu..” ucap Fany
dengan serius. “Jadi, kamu percayanya Cuma sama aku nih?” ledek Ardi lagi.
“Ardiiiii…. Please, tolong banget, ini obrolan serius!” gertak Fany dengan
wajah kecewa. “Eh eh kok malah cemberut sih Non? Bercanda aja ini.. sini cerita
aja gih” dengan nada takut Ardi menjawab. “Nyebelin banget deh kamu, Di! Gini
nih, kamu tau kan kalau aku abis putus sama Ryan? Nah nggak tau kenapa aku
ngrasa kehilangan dia banget, aku bener-bener nggak nyangka kalau semua bakal
jadi kayak gini.. aku masih sayang dia, aku belu bisa nglepas dia sepenuhnya,
aku sayang Ryan, Diii..” air mata tiba-tiba menetes membasahi pipi merahnya. “Hmm..
aku cukup tau dengan kisah kalian, kalian memang sudah lulus mejadi pasangan
romantic, kalian sudah lama juga menjalin hubungan, jangankan kamu Fan, aku
sendiri aja kaget begitu denger kabar kalian putus, tapi ya mau gimana lagi
kalau ini udah jadi keputusan Ryan, mungkin ini yang terbaik, sabar yaa.. kalau
jodoh pasti bakal ketemu kok, udah jangan nagis..” sembari menyodorkan tisu
kepada Fany, Irfan berusaha menenangkan hati sahabatnya. “Tapi susah Di,
sekarang semuanya beda. Semua jadi sepi, aku ngrasa kehilangan banget..” rintih
Fany. “Fan, didunia ini tu nggak Cuma ada kamu sama Ryan, didunia ini kamu
punya banyak keluarga, teman, yang siap membuatmu tersenyum riang.. ayo dong
jangan sedih terus, hidup terus berjalan adik.. Aku siap kok, buat ada disaat
kamu sedih maupun senang, aku sahabatmu Fan..” semangat Ardi membantu Fany
bangkit. “Iya Di aku ngerti.. Kamu beneran akan ada disaat aku sedih maupun
senang?” balasny dengan senyum. “Pasti, aku berusaha untuk selalu ada buat
kamu, kalau ada apa-apa kamu bisa hubungin aku Fan.. dengan senang hati aku
akan membantumu menjadi Fany yang periang lagi.” “Makasih banyak ya Di.. aku
beruntung punya sahabat sepertimu.”
3 bulan setelah itu, suasana telah membaik. Keadaan Fany tak lagi
terpuruk seperti kemarin, tak lagi menjadi orang yang suka menyendiri, apalagi
menjadi orang yang hobi netesin air mata. Itu semua berkat Ardi. Kedekatan
mereka semakin terlihat. Saat Ardi berkunjung main ke rumah Fany, yang
kebetulan seisi rumah Fany sedang berada dirumah. Alhasil, Ardi mendapat
ledekan dari anggota keluarga Fany, termasuk dari orangtua fany sendiri. “Kalian
lengket sekali ya, kenapa nggak jadian aja? Toh kalian juga sudah lama saling
kenal kan?” ucap Kakak Fany. “Kak Fian tu apaan sih, kita itu sahabatan kak..”
jawab Fany dengan senyuman manisnya. “Halaah sahabat bisa jadi cinta kok, itu
buktinya sama-sama senyum-senyum.. hayooo..” ledekan Kak Fian makin menjadi.
Obrolan terpotong karena Ardi ditelfon mamanya disuruh pulang nemenin adiknya
sendirian dirumah, orangtuanya pergi membesuk kerabatnya yang sakit.
Keesokan harinya ditaman sekolah. Dibangku bawah pohon buah kelengkeng
itu mereka duduk berdua. Ardi memulai pembicaraan, “Fan, benar juga ya apa kata
Kak Fian, kita udah lama kenal, udah lama dekat, mengerti satu sama lain,
kenapa kita nggak jadian aja ya? Toh sebenarnya aku juga suka sama kamu..” “Hah?
Apa Di? Aku nggak salah dengar?” seru Fany dengan nada terkejut. “Eh maaf Fan,
aku salah ngomong ya? Aku Cuma bilang apa adanya aja sih.. aku suka sama kamu!”
jawab Ardi dengan nada serius. “Di, emang kita tu udah kenal lama, kita udah
saling mengenal, aku juga tau itu.. kita itu sahabatn Di.. Apa mungkin sih
sahabat bisa jadi cinta?” “Mungkin aja lah Fan, toh kita juga kan yang
menjalani.. Apa salahnya sih kita mencoba menjalin suatu hubungan yang lebih
dari sahabat?” “Kalau boleh bilang jujur, sebenarnya aku juga punya rasa yang
sama kayak kamu, aku suka kamu Di..” jawabnya dengan mimik wajah malu. “Serius?
Kamu suka aku? Jadi kita punya rasa yang sama?” sambutnya girang. “Iya Di,
iyaaa..” balasnya dengan senyum bahagia. “Kalau gitu, kamu mau nggak jadi pacar
aku?” “Hmm.. gimana ya? Aku mau jadi pacar kamu, tapi ada satu syarat, kamu
harus tetep jadi Ardi yang sekarang, dan jangan pernah berubah. Gimana?” “Siap
Tuan Putri.. aku janji! Jadi, sekarang kita pacaran nih? Yeeee akhirnya aku
bisa dapetin Tuan Putri, serunya kegirangan.
Kini mereka berdua telah menjadi pasangan serasi, pasangan yang konyol
tapi asyik. Hari-hari Fany tak lagi menjadi sendu, semua berubah, tebaran
senyum ceria tertoreh dari wajahnya. Sorot mata yang indah tak lagi berwarna
gelap mengembang. Dan, ini semua berkat Ardi. Sahabat terbaik yang kini menjadi
pacarnya.